Minggu, 27 Agustus 2017

Syawal Barokah


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Lantunan  syukur Alhamdulillah tak henti-hentinya kami  panjatkan sepanjang  perjalanan pulang menuju  rumah  kami di Ponorogo, bermula dari ajakan  kawan  saya  malam  selasa  tgl 4 Juli untuk menemaninya sowan ke ndalem  Masyaikh Rembang, diantaranya KH Maimoen Zubair, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) , KH, Bahauddin Nursalim (Gus Baha’) dll, teman saya mengusulkan berangkat hari selasa. Sejenak saya merenung membayangkan , dengan persiapan yang  mepet  malam selasa ngobrol selasa berangkat, belom lagi kekhawatiran  apakah bisa “ panggih “ dengan beliau-beliau, rasa pesimis mulai muncul, akhirnya setelah cukup lama merenung, saya putuskan berangkat dengan niat tabarrukan dan  mencari ilmu dari petuah-petuah beliau. kebetulan teman yang  mengajak saya adalah Gus (sebutan putra Kyai)   sedikit banyak mengobati pesimis saya, siapa tau  nderekne Gus’e  bisa kepanggih para masyaikh  rembang.
Dengan balutan sar  yang matang, sekitar  jam 08.00 WIB kami berangkat dari Ponorogo – Rembang, tujuan pertama kali Pondok Al –Anwar Sarang Rembang, kalkulasinya dhuhur sampai sana, skitar jam setengah 2 kami sampai pondok, kebetulan kawan saya masih ada kenalan disana yakni ust Nur, beliau pengajar  di pndok al-anwar, dulu kawan  saya pernah 2 kali posanan[1] di pesantren ini. Sampai disana kami disambut dengan hangat oleh ust Nur. Sejenak kami beristrhat di kamar beliau  sambil menunggu sholat dhuhur selesai, bukan  rahasia lagi, kalau mbah MOEN ada di rumah  dipastikan beliau  Istiqomah menjadi imam jamaah, selain terkenal istiqomah, beliau juga semangat dalam mengkaji kitab-kitab karya ulama’ salaf. Walaupun umur beliau terbilang udzur kurang lebih 90’an  dalam  satu bulan Ramadhan kitab-kitab besar mampu beliau khatamkan, hal ini secara tidak langsung menegaskan bahwa untuk bisa menjadi seorang yang ’alim  butuh  ekstra ketekunan daln istiqomah dalam belajar. 
ung dan tanpa persiapan
Setelah selesai jamaah sholat dhuhur seperti biasa para tamu berjejer di depan ndalem mengantri untuk masuk ke ndalem, kamipun tak ketinggalan ikut berjejer. Seperti biasa saliman dengan orang-orang seperti beliau tentu senangnya tak karuan,  setelah selesai saliman beliau dawuh. Sambil memberikan mauidhoh hasanah sesekali mbah moen memerintahkan abdi ndalemnya untuk memberikan suguhan makan pada para tamu, maidhoh beliau ditutup dengan doa yang beliau panjatkan disusul lantunan aamiin dari para tamu.
Rencana kami ba’da maghrib dilanjutkan sowan ke ndalem Gus Baha’  dari  daftar beberapa kyai yang akan kami sowani beliaulah menurut saya yang kemungkinan kecil banyak gak ketemunya, selain karena beliau terkenal orang yang sibuk, beliau juga tak terlalu remen[2] bertemu orang, dalam tradisi tasawuf, hal seperti itu lumrah yakni untuk menghindari hijabnya hamba dengan Rabnya.
Setelah jamaah sholat maghrib  kami pun bergegas menuju daerah Narukan,kalau naik sepeda motor  sekitar 15 menit  ke barat dari Sarang Rembang,  berbekal GPS kami menemui papan tulisan pondok pesantren tahfidzul Qur’an setelah kami bertanya warga sekitar , kami menemukan ndalem beliau, berada persis disebelah pondok pesantren. Kami sampai sana bertepatan dengan selesainya jamaah sholat isya’. Setelah para warga dan santri keluar masjid sayapun memberanikan diri untuk bertanya, pada salah satu santri “mohon maaf mas, pak yai ada di ndalem?” , “ ada mas,langsung saja masuk ke ndalem” jawabnya dengan intonasi yang halus. Kamipun segera bergegas menuju ndalem, terlihat sosok kyai yang selama ini saya dengarkan rekaman ngaji-ngajinya via Mp3, jujur saja ya belum pernah ikut majlis beliau,  pertama saya dengar ngaji tafsirnya beliau saya kira beliau adalah akademisi kampus, tapi setelah tahu profil beliau ternyata beliau hanya lulusan pondok. Tapi meskipun tidak mengenyam pendidikan kampus penjelasan-penjelasan beliau selalu kontekstual tak jarang beliau menyelipkan istilah-istilah ilmiah khas akademisi. Beliau satu-satunya tim mufasir di Indonesia non gelar akademik,  beliau sejajar dengan ulama’ semacam Prof  Quraisy Shihab pengarang tafsir al –misbah. Bahkan dalam suatu riwayat diceritakan  Pro f Qurais shihab mengatakan jika ingin tahu kandungan fiqh dalam Al-Qur’an maka Gus Baha’lah pakarnya, sebuah pengakuan dari seorang pakar tafsir Indonesia, ini menunjukkan ke’aliman gus baha’ di bidangnya. Setelah selesai jabat tangan  kami beliau bertanya “ saking pundi?”[3] , Ponorogo Gus  Jawab temanku, “ kok tahu sini?” Tanya beliau dengan penuh selidik, “ nate nderek ngaos ten Jogja Gus” jawab temanku dengan suara yang bergetar tanda dia nervous, kemudian gus bahak memanggil salah satu santrinya untuk mengajak kami ke ruang tunggu, dari penjelasan santri tadi, gus bahak sedang repot mempersiapkan untuk melepas putrinya mondok di salah satu kota di Jawa Tengah, kamipun dihimbau untuk sowan secukupnya saja tidak terlalu lama agar tidak mengganggu beliau, seteah sekitar 15 menit  kami dipanggil beliau , beliau juga memanggil 3 santri beliau, semula kami berfikir bahwa nanti sowannya tidak akan lama mengingat pesan kang santri tadi, gus bahak kemudian dawuh, kali ini bahasan beliau tentang gender,seperti biasa di awal beliau mengutip ayat al- qur,an tentang derajat laki-laki yang lebih tinggi dengan wanita kemudian perlahan beliau membenturkan dengan teori-teori barat, penjelasan beliau yang tegas dan detail membuat kami hanya terpana, melualui penjelasan beliau juga Al-Quran dengan superior membantah teori gender yang memperjuangkan persamaan derajat laki-laki dan wanita sesekali beliau menyelipkan contoh-contoh sederhana yang bersifat humoris yang membuat satu majlis tertawa lepas. Begitulah beliau, dibalik penampilannya yang sederhana dan walaupun tidak mengenyam pendidikan kuliah, beliau tidak asing dengan ilmu-ilmu kampus termasuk teori – teori barat, mengindikasikan banyaknya referensi bacaan beliau serta pergaulannya yang luas.kurang lebih satu jam kita berdiskusi dengan beliau, hinga tak terasa waktunya kita pamit, dibenak saya berdoa Allah menganugerahkan Indonesia banyak ulama’-ulama’ seperti beliau dimana melalui ulama seperti beliau supremasi Alqur’an benar-benar terjaga.
Setelah kami sampai pondok,kami istirahat untuk persiapan besok. Keesokan harinya pagi-pagi sekali kami bersiap menuju Lasem untuk sowan Gus Qoyyum pengasuh pondok Lasem dan Kota Rembang untuk sowan Gus Mus, sekitar jam 09.00 WIB kami kami berangkat dari pondok pesantren Al –anwar. Perjalanan 15 menit kami sampai pondok lasem, kami langsung menuju ndakem gus qoyyum, disana kami disambut abdi ndalemnya yang sopan menyapa kami, “monngo pinarak kang” sapanya halus, jeda 5 menitan gus qoyyum menemui kami, disana kami tak banyak berbincang karena mungkin beliau sibuk, kami mengenal gus qoyyum karena dulu pernah mengisi pengajian haflah imtihan di pondok kami, cerita yang mashur dari gus qoyyum wa qiila  mbah mun pernah dawuh ” santri ora ngaji tapi ngalim yo qoyyum” bahkan konon koleksi kitab gus qoyyum melebihi kepunyaan mbah moen wallaahu a’lam yang jelas mereka adalah ulama’-ulama’ panutan.
Perjalanan terakhir menuju kediaman leteh Rembang, ponpes Raudhatul Tolibien asuhan KH Muthofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, terletak di pusat kota Rembang,kami sampai sana s ekitar pukul setengah 12 siang,kami menemui beberapa santri berada di depan pondok, kami menanyakan letak ndalem beliau, dan ternyata pas di sebelah aula pondok ndalem Gus Mus, kami sedikit heran ulama’ sekaliber beliau ndalemnya cukup sederhana, menambah kekaguman kami, siang itu ndalem beliau tutup,kami di sarankan untuk sowan ke ndalem KH Yahya Cholil Tsaquf  atau akrab disapa Gus Yahya keponakan beliau tepatnya puta KH Cholil Bisri kakak Gus Mus. Gus Yahya sekarang menjabat sebagai Katib ‘am PBNU. Tidak lama kami sowan Gus Yahya, setelah pamit kami memutuskan untuk istirahat di aula sambil menunggu ndalem gus mus kembali dibuka. Sekitar jam 14.00 WIB ndalem beliau kembali di buka ,kami bergegas masuk.Oleh  beliau kami langsung dipersilahkan makan ke dapur belakang untuk menikmati hidangan makanan. Setelah selesai, kami langsung ikut nimbrung bersama para tamu yang lain. Kami menyadari betul “maqom” kami sebatas mendengarkan dawuh-dawuh beliau, di antara dawuh beliau ada point penting terkait saran beliau terhadap pendidikan di Indonesia.menurut beliau di Indonesia masih belum bisa membedakan ta’lim dan tarbiyah.menurut beliau ta’lim itu lebih kepada proses menyampaikan ilmu atau pengetahuan kepada murid tanpa memandang apakah pengetaguan yang telah disampaikan di aplikasikan atau tidak, adapaun tarbiyah lebih kepada pendidikan anak diluar kelas,guru benar-benar memantatu perkembangan anak terhadap nilai-nilai yang disampaikan dikelas sudah  ter-ejawentahkan dalam kehidupan sehari –hari, karena keduanya sama-sama pentingnya, idealnya dalam setiap lembaga pendidikan menerapkan keduanya. Selanjutnya beliau juga menekankan pentingnya peng-integralan pendidikan, dimana sekolah yang berbasis agama juga mengajrkan teknologi dsb, kemudian sebaliknya sekolah yang berbasis sosial, sains dsb mengajarkan pengetahuan agama, beliau mencontohkan Iran, terlepas dari konsep Imamahnya, disana setiap kepala menterinya terdapat Ayatullahnya, hal ini menandakan pendidikan disana sudah di integralkan, selain menguasai pengetahuan agama,ayatollah menguasasi birokrasi politik dsb. Terakhir beliau menanggapi fenomena akan adanya kebijakan FDS (Full Day School), beliau memberikan saran alangkah baiknya pemerintah mengundang berbagai element pemerhati pendidikan, guru, professor, beserta para kyai pesantren untuk memusayawarahkan problem pendidikan Nasional, untuk kemudian merumuskan formula baku pendidikan Nasional untuk menjadi rujukan kedepan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait pendidikan Nasional, kedepan diharapkan siapapun menterinya apapun model kebijakan yang diambil tidak keluar dari formula yang telah dirumuskan. Begitulah penjelasan dan masukan Gus Mus, setelah satu persatu tamu pamit, kamipun minta bakokah do’a. Tentu tidak lupa kami minta fhoto bareng beliau.


Rembang  4 Juli – 6 Juli 2017.



[1]  Ngaji bandongan yang dilaksankan pada bulan Ramadhan biasanya di lakukan di pondok salaf.
[2]  Bahasa jawa halus / kromo inggil yang artinya berkenan
[3]  Bhs jawa yang artinya dari mana? (Asal usul)
Share:
Lokasi: Ngaliyan, Semarang City, Central Java, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar