Bismillaahirrahmaanirrahiim
Lantunan syukur Alhamdulillah tak henti-hentinya
kami panjatkan sepanjang perjalanan pulang menuju rumah
kami di Ponorogo, bermula dari ajakan
kawan saya malam
selasa tgl 4 Juli untuk
menemaninya sowan ke ndalem Masyaikh
Rembang, diantaranya KH Maimoen Zubair, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) , KH,
Bahauddin Nursalim (Gus Baha’) dll, teman saya mengusulkan berangkat hari
selasa. Sejenak saya merenung membayangkan , dengan persiapan yang mepet
malam selasa ngobrol selasa berangkat, belom lagi kekhawatiran apakah bisa “ panggih “ dengan beliau-beliau,
rasa pesimis mulai muncul, akhirnya setelah cukup lama merenung, saya putuskan
berangkat dengan niat tabarrukan dan
mencari ilmu dari petuah-petuah beliau. kebetulan teman yang mengajak saya adalah Gus (sebutan putra
Kyai) sedikit banyak mengobati pesimis
saya, siapa tau nderekne Gus’e bisa kepanggih para masyaikh rembang.
Dengan balutan sar yang matang, sekitar jam 08.00 WIB kami berangkat dari Ponorogo –
Rembang, tujuan pertama kali Pondok Al –Anwar Sarang Rembang, kalkulasinya
dhuhur sampai sana, skitar jam setengah 2 kami sampai pondok, kebetulan kawan
saya masih ada kenalan disana yakni ust Nur, beliau pengajar di pndok al-anwar, dulu kawan saya pernah 2 kali posanan[1]
di pesantren ini. Sampai disana kami disambut dengan hangat oleh ust Nur. Sejenak
kami beristrhat di kamar beliau sambil
menunggu sholat dhuhur selesai, bukan
rahasia lagi, kalau mbah MOEN ada di rumah dipastikan beliau Istiqomah menjadi imam jamaah, selain
terkenal istiqomah, beliau juga semangat dalam mengkaji kitab-kitab karya
ulama’ salaf. Walaupun umur beliau terbilang udzur kurang lebih 90’an dalam
satu bulan Ramadhan kitab-kitab besar mampu beliau khatamkan, hal ini
secara tidak langsung menegaskan bahwa untuk bisa menjadi seorang yang ’alim butuh
ekstra ketekunan daln istiqomah dalam belajar.
ung dan tanpa
persiapan
Setelah selesai jamaah sholat
dhuhur seperti biasa para tamu berjejer di depan ndalem mengantri untuk masuk
ke ndalem, kamipun tak ketinggalan ikut berjejer. Seperti biasa saliman dengan
orang-orang seperti beliau tentu senangnya tak karuan, setelah selesai saliman beliau dawuh. Sambil memberikan
mauidhoh hasanah sesekali mbah moen memerintahkan abdi ndalemnya untuk memberikan
suguhan makan pada para tamu, maidhoh beliau ditutup dengan doa yang beliau
panjatkan disusul lantunan aamiin dari para tamu.
Rencana kami ba’da maghrib
dilanjutkan sowan ke ndalem Gus Baha’
dari daftar beberapa kyai yang
akan kami sowani beliaulah menurut saya yang kemungkinan kecil banyak gak
ketemunya, selain karena beliau terkenal orang yang sibuk, beliau juga tak
terlalu remen[2]
bertemu orang, dalam tradisi tasawuf, hal seperti itu lumrah yakni untuk
menghindari hijabnya hamba dengan Rabnya.
Setelah jamaah sholat maghrib kami pun bergegas menuju daerah Narukan,kalau
naik sepeda motor sekitar 15 menit ke barat dari Sarang Rembang, berbekal GPS kami menemui papan tulisan
pondok pesantren tahfidzul Qur’an setelah kami bertanya warga sekitar , kami
menemukan ndalem beliau, berada persis disebelah pondok pesantren. Kami sampai
sana bertepatan dengan selesainya jamaah sholat isya’. Setelah para warga dan
santri keluar masjid sayapun memberanikan diri untuk bertanya, pada salah satu
santri “mohon maaf mas, pak yai ada di ndalem?” , “ ada mas,langsung saja masuk
ke ndalem” jawabnya dengan intonasi yang halus. Kamipun segera bergegas menuju
ndalem, terlihat sosok kyai yang selama ini saya dengarkan rekaman
ngaji-ngajinya via Mp3, jujur saja ya belum pernah ikut majlis beliau, pertama saya dengar ngaji tafsirnya beliau
saya kira beliau adalah akademisi kampus, tapi setelah tahu profil beliau
ternyata beliau hanya lulusan pondok. Tapi meskipun tidak mengenyam pendidikan
kampus penjelasan-penjelasan beliau selalu kontekstual tak jarang beliau
menyelipkan istilah-istilah ilmiah khas akademisi. Beliau satu-satunya tim
mufasir di Indonesia non gelar akademik,
beliau sejajar dengan ulama’ semacam Prof Quraisy Shihab pengarang tafsir al –misbah.
Bahkan dalam suatu riwayat diceritakan Pro f Qurais shihab mengatakan jika ingin tahu
kandungan fiqh dalam Al-Qur’an maka Gus Baha’lah pakarnya, sebuah pengakuan
dari seorang pakar tafsir Indonesia, ini menunjukkan ke’aliman gus baha’ di
bidangnya. Setelah selesai jabat tangan
kami beliau bertanya “ saking pundi?”[3] ,
Ponorogo Gus Jawab temanku, “ kok tahu
sini?” Tanya beliau dengan penuh selidik, “ nate nderek ngaos ten Jogja Gus”
jawab temanku dengan suara yang bergetar tanda dia nervous, kemudian gus bahak
memanggil salah satu santrinya untuk mengajak kami ke ruang tunggu, dari
penjelasan santri tadi, gus bahak sedang repot mempersiapkan untuk melepas
putrinya mondok di salah satu kota di Jawa Tengah, kamipun dihimbau untuk sowan
secukupnya saja tidak terlalu lama agar tidak mengganggu beliau, seteah sekitar
15 menit kami dipanggil beliau , beliau
juga memanggil 3 santri beliau, semula kami berfikir bahwa nanti sowannya tidak
akan lama mengingat pesan kang santri tadi, gus bahak kemudian dawuh, kali ini
bahasan beliau tentang gender,seperti biasa di awal beliau mengutip ayat al-
qur,an tentang derajat laki-laki yang lebih tinggi dengan wanita kemudian
perlahan beliau membenturkan dengan teori-teori barat, penjelasan beliau yang
tegas dan detail membuat kami hanya terpana, melualui penjelasan beliau juga
Al-Quran dengan superior membantah teori gender yang memperjuangkan persamaan
derajat laki-laki dan wanita sesekali beliau menyelipkan contoh-contoh
sederhana yang bersifat humoris yang membuat satu majlis tertawa lepas. Begitulah
beliau, dibalik penampilannya yang sederhana dan walaupun tidak mengenyam
pendidikan kuliah, beliau tidak asing dengan ilmu-ilmu kampus termasuk teori – teori
barat, mengindikasikan banyaknya referensi bacaan beliau serta pergaulannya
yang luas.kurang lebih satu jam kita berdiskusi dengan beliau, hinga tak terasa
waktunya kita pamit, dibenak saya berdoa Allah menganugerahkan Indonesia banyak
ulama’-ulama’ seperti beliau dimana melalui ulama seperti beliau supremasi
Alqur’an benar-benar terjaga.
Setelah kami sampai pondok,kami
istirahat untuk persiapan besok. Keesokan harinya pagi-pagi sekali kami bersiap
menuju Lasem untuk sowan Gus Qoyyum pengasuh pondok Lasem dan Kota Rembang untuk
sowan Gus Mus, sekitar jam 09.00 WIB kami kami berangkat dari pondok pesantren
Al –anwar. Perjalanan 15 menit kami sampai pondok lasem, kami langsung menuju
ndakem gus qoyyum, disana kami disambut abdi ndalemnya yang sopan menyapa kami,
“monngo pinarak kang” sapanya halus, jeda 5 menitan gus qoyyum menemui kami,
disana kami tak banyak berbincang karena mungkin beliau sibuk, kami mengenal
gus qoyyum karena dulu pernah mengisi pengajian haflah imtihan di pondok kami,
cerita yang mashur dari gus qoyyum wa qiila mbah mun pernah dawuh ” santri ora ngaji tapi
ngalim yo qoyyum” bahkan konon koleksi kitab gus qoyyum melebihi kepunyaan mbah
moen wallaahu a’lam yang jelas mereka adalah ulama’-ulama’ panutan.
Perjalanan terakhir menuju
kediaman leteh Rembang, ponpes Raudhatul Tolibien asuhan KH Muthofa Bisri atau
akrab disapa Gus Mus, terletak di pusat kota Rembang,kami sampai sana s ekitar
pukul setengah 12 siang,kami menemui beberapa santri berada di depan pondok,
kami menanyakan letak ndalem beliau, dan ternyata pas di sebelah aula pondok
ndalem Gus Mus, kami sedikit heran ulama’ sekaliber beliau ndalemnya cukup
sederhana, menambah kekaguman kami, siang itu ndalem beliau tutup,kami di
sarankan untuk sowan ke ndalem KH Yahya Cholil Tsaquf atau akrab disapa Gus Yahya keponakan beliau
tepatnya puta KH Cholil Bisri kakak Gus Mus. Gus Yahya sekarang menjabat
sebagai Katib ‘am PBNU. Tidak lama kami sowan Gus Yahya, setelah pamit kami
memutuskan untuk istirahat di aula sambil menunggu ndalem gus mus kembali
dibuka. Sekitar jam 14.00 WIB ndalem beliau kembali di buka ,kami bergegas
masuk.Oleh beliau kami langsung
dipersilahkan makan ke dapur belakang untuk menikmati hidangan makanan. Setelah
selesai, kami langsung ikut nimbrung bersama para tamu yang lain. Kami
menyadari betul “maqom” kami sebatas mendengarkan dawuh-dawuh beliau, di
antara dawuh beliau ada point penting terkait saran beliau terhadap pendidikan
di Indonesia.menurut beliau di Indonesia masih belum bisa membedakan ta’lim dan
tarbiyah.menurut beliau ta’lim itu lebih kepada proses menyampaikan ilmu atau
pengetahuan kepada murid tanpa memandang apakah pengetaguan yang telah
disampaikan di aplikasikan atau tidak, adapaun tarbiyah lebih kepada pendidikan
anak diluar kelas,guru benar-benar memantatu perkembangan anak terhadap
nilai-nilai yang disampaikan dikelas sudah
ter-ejawentahkan dalam kehidupan sehari –hari, karena keduanya sama-sama
pentingnya, idealnya dalam setiap lembaga pendidikan menerapkan keduanya.
Selanjutnya beliau juga menekankan pentingnya peng-integralan pendidikan,
dimana sekolah yang berbasis agama juga mengajrkan teknologi dsb, kemudian
sebaliknya sekolah yang berbasis sosial, sains dsb mengajarkan pengetahuan
agama, beliau mencontohkan Iran, terlepas dari konsep Imamahnya, disana setiap kepala
menterinya terdapat Ayatullahnya, hal ini menandakan pendidikan disana sudah di
integralkan, selain menguasai pengetahuan agama,ayatollah menguasasi birokrasi
politik dsb. Terakhir beliau menanggapi fenomena akan adanya kebijakan FDS
(Full Day School), beliau memberikan saran alangkah baiknya pemerintah
mengundang berbagai element pemerhati pendidikan, guru, professor, beserta para
kyai pesantren untuk memusayawarahkan problem pendidikan Nasional, untuk
kemudian merumuskan formula baku pendidikan Nasional untuk menjadi rujukan
kedepan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait pendidikan Nasional,
kedepan diharapkan siapapun menterinya apapun model kebijakan yang diambil
tidak keluar dari formula yang telah dirumuskan. Begitulah penjelasan dan masukan
Gus Mus, setelah satu persatu tamu pamit, kamipun minta bakokah do’a. Tentu
tidak lupa kami minta fhoto bareng beliau.
Rembang 4 Juli
– 6 Juli 2017.

0 komentar:
Posting Komentar