Jumat, 09 Februari 2018

Fenomena mainstream BEM UI

Fenomena "mainstream"  BEM UI

Jum’at 2 Februari 2018 Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke kampus Universitas Indonesia, menariknya ada Aksi memberikan kartu kuning yang dilakukan salah satu mahasiswa UI,  belakangan diketahui mahasiswa tersebut merupakan ketua BEM UI.
Walaupun kemudian aksi itu dicyduk oleh paspampres, berita aksi kreatif itu sudah teelanjur menjadi viral di jagad dunia maya dan seperti biasa ada yang pro dan ada yang kontra, pada kesempatan ini Penulis akan coba paparkan alasan kedua kubu tersebut.
Suara dari kalangan kontra, mereka melihat hal itu sebagai aksi yang kurang sopan. “tidak menghargai simbol negara”,ada juga yang mengatakan bahwa sang preiden BEM adalah kader PKS yang kemudian tuduhannya mengarah pada  aksi bayaran/titipan.
Sedangkan suara dari kubu pro menganggap aksi tersebut merupakan bentuk dari sikap kritisme Mahasiswa,  tak sedikit yang mengapresiasi aksi tersebut sebagai sebuah bentuk  kreatifitas,  disaat sebagian orang menstigma aksi identik dengan demo anarkis representasi mahasiswa ‘bedugal’.
KLARIFIKASI BEM UI
  Berdasarkan klarifikasi pihak BEM UI, mereka mengatakan bahwa sebenarnya aksi mereka berada di dua pertama di stasiun UI  mereka membuat semacam freeze mob dengan membawa berbagai sign, maksud dari aksi tersebut untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat melalui  fakta – fakta yang tertulis pada sign mengenai tiga isu.
 Pertama soal gizi buruk yang menimpa suku Asmat di Papua, mengutip siaran pers BEM UI menurut data kemenkes 646  anak terdampak wabah campak dan 144  menderita gizi buruk di Asmat. Selain itu ditemukan pula 25 anak suspek campak serta empat anak yang terkena campak dan gizi buruk. Kondisi itu tak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua. Pada 2017 dana otonomi khusus untuk Papua mencapai Rp 11,67 Triliun, yaitu Rp 8,47 triliun untuk provinsi Papua  dan 3,47 Triliununtuk provinsi Pupua barat.
Kedua  yaitu penunjukan asisten operasi Kapolri Irjen Mochammad sebagai PLT Gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebaagai PLT Gubernur Sumut hal ini meinmbulkan isu Dwi Fungsi Polri/ TNI selain itu penunjukan itu menimbulkan potensi pelanggaran UU, dilansir melalui laman  wartakota.com peneliti perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai rencana penunjukan petinggi Polri sebagai UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilu dan UU Nomor 2 tahun 2002 atau UU kepolisian, ia mengatakan dalam UU pilkada diesebutkan kekosongan jabatan Gubernur diisi oleh pegawai tingkat Madya. Dia  juga Menambahkan rencana tersebut juga berpotensi melanggar Pasal 28 UU kepolisian pasal itu menyebutkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia dapat menduduki jabatan diluar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari Dinas Kepolisian.

Ketiga  Draft rencana peraturan organisasi Mahasiswa yang dinilai mengancam kebebasasn mahasiswa dan melumpuhkan gerakan mahasiswa,hari ini kita bisa mengajukan pertanyaan kedalam benak kita masing-masing setajam apa taring gerakan mahasiswa saat ini?

Kritik subtansif-konstruktif

Dalam sebuah dinamika pergerakan mahasiswa aksi yang dilakukan BEM UI meupakan hal yang biasa, mereka juga merupakan warga Negara yang mempunyai hak menyampaikan aspirasinya, dan seperti yang lumrah kita kita ketahui aksi sebenranya adalah mekanisme terakhir setelah berbagai upaya pertemuan gagal dilakukan, aksi juga bagian dari upaya menarik perhatian khalayak masyarakat bahwa ada persoalan –persoala dliluaran sana yang masih menjadi pekerjaan Negara dan dalam hal ini BEM UI menurut hemat penulis sukses menarik perhatian khalayak masyarakat, sekali lagi terlepas pro dan kontra yang mengiringinya. Namun perlu diwaspadai sorotan media yang begitu intens-masif bisa membuat sang aktivis terjebak dalam kungkungan elitisme sehingga pengawalan isu yang menjadi subtansi isu terbengkalai.
Kita harus akui data-data serta fakta dilapangan menunjukkan bahwa persoalan itu memang ada, poin – poin isu yang disampaikan BEM UI merupakan sedikit dari banyaknya persoalan Negara, peringatan BEM UI merupakan representasi Masyarkat yang masih “sayang”  terhadap pemerintah. Sederhananya mereka mengkritik bukan berarti anti pemerintah, pun demikian jika  sebaliknya yang pro pemerintah bukan berarti mendukung tanpa syarat.
Ungkapan bung Andian Naipitukulu dalam sebuah acara mata najwa kemarin bisa kita jadikan refleksi beliau mengatakan bahwa membicarakan problem masyarakat akan lebih memliliki legalitas moral yang kuat jika sudah terjun berbaur dengan masyarakat terdampak. Setidaknya para mahsasiswa itu merasakan bau keringat mereka, mendengarkan keluh kesah mereka, membangun solidaritas sehingga secara tidak langsung kita ikut mensejajarkan kelas kita dengan  kelas mereka, kelasnya para kaum mustadl’afin.  Meskipun para aktivis tak akan bisa sepenuhnya merepresentasikan penderitaan mereka.
Share:
Lokasi: Getasan, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar