Sumber foto; http://www.nu.or.id/post/read/67075/penduduk-papua-jangan-hina-gus-dur-nanti-kamu-saya-kasih-mati
Gus Dur Dan Papua ;
Membaca Relasi Gus Dur
Dengan Bangsa Papua
Belakangan perbincangan
mengenai Papua kembali mencuat di ranah publik. Hal itu disebabkan meninggalnya sejumlah pekerja
proyek Trans Papua di Nduga Papua. Pemerintah dengan sigap mengirimkan pasukan
gabungan TNI-POLRI untuk mengevakuasi korban sekaligus menjalankan operasi
militer. Media arus utama (mainstream) memberitakan bahwa beberapa korban
dari unsur sipil dieksekusi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Setiap rezim
pemerintahan mempunyai kebijakan dan pendekatan sendiri-sendiri dalam
menghadapi kelompok-kelompok yang dianggap separatis, tak terkecuali Papua.
Menarik melihat bagaimana Gus Dur kala menjadi Presiden dalam menjalin relasi
dengan bangsa Papua.
Penulis teringat kala diskusi Gusdurian Semarang tentang “Gus Dur
dan Papua” narasumbernya kala itu perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
Semarang ia mengatakan bahwa bangsa Papua menghormati sosok Gus Dur bukan
karena beliau membangun berbagai fasilitas infrastrukutur, tapi karena beliau
membuka keran demokrasi selebar-lebarnya. Gus Dur memberikan izin bangsa Papua
menggelar kongres Papua, mengizinkan bendera bintang kejora berkibar, bangsa Papua juga dibebaskan memakai nama
Papua, setelah sekian lama orde baru melarang dengan ancaman stigma Organisasi
Papua Merdeka (OPM) dan initimidasi kepada mereka.
Dalam salah satu tulisannya yang berjudul “Solidaritas Kita Sebagai
Bangsa” Gus Dur menilai munculnya OPM karena sebagian bangsa Papua telah muak
disebabkan sumber daya alam di wilayah mereka di eksploitasi tanpa henti dan
hasil kekayaan alamnya melayang ke pihak asing dan selgelintir elit pejabat.
Tambang Emas oleh Freeport yang di eksploitasi bertahun-tahun tidak membawa
dampak kesejahteraan bagi masyarakat Papua dan Pemerintah dijadikan alat
pelindung pihak Freeport. Masyarakat Papua yang protes seketika mendapat
tindakan represif dari aparat negara dan distigma OPM.
Bagi Gus Dur permasalahan Papua tidak bisa selesai “hanya” dengan
kebijakan otonomi khusus (Otsus). Menurut Gus Dur dalam tulisan tersebut cara
menyelesaikannya sangat mudah diteori tapi sulit dipraktik. Pertama perlu
menegakkan ekonomi kerakyatan dan menerima setiap perbedaan untuk kebutuhan
sendiri (bangsa Papua). Kedua penegakan ekonomi kerakyatan ditopang
dengan sistem transportasi publik yang ekstensif dengan kombinasi mengupayakan
menghilangkan pungutan-pungutan liar dengan tujuan meningkatkan daya beli
masyakarakat Papua hingga mampu menaikan
level ekonomi bangsa Papua.
Dari sekilas
pandangan Gus Dur tentang OPM ada semacam celah bagi kita untuk
mereinterpretrasi OPM yang selama ini banyak dipahami publik, yang lekat dengan
label separatisme, pemberontak, pembuat onar, pengganggu keamanan dan
stabilitas Negara, tidak cinta NKRI hingga konotasi negatif lainnya. OPM yang
digambarkan Gus Dur merupakan sekelompok masyarakat yang terdzolimi,tercerabut
hak asasi manusianya, diperkosa kedaulatan atas sumber daya alamnya.
Singkatnya, OPM adalah kaum Mustad’afin.
Dalam konteks
ajaran Islam gusdur mengamalkan 5 prinsip universal yang harus dijaga setiap
umat Islam. Dikenal dengan Alkulliyatul al –Khoms meliputi ; Hifdzu
al-Diin, Hifdzu al- ‘Ird, Hifdzu al- Aql, Hifdzu an-Nasl, dan Hifdzu al
–Mal. Aceng dkk dalam “Islam
Ahlusunnah wal Jamaah” Gus Dur
menafsirkan 5 nilai di atas dengan moderat dan relevan.
. Seperti Hifdzu
al- Aql menurut Gus Dur bukan hanya soal larangan minum khamr dsb,
melainkan hak berfikir, berdiskusi,berpendapat berkumpul dst. Melarang Bangsa Papua
melakukan aksi damai hingga diskusi sama dengan melanggar prinsip Hifdzu al-
Aql. Kemudian Hifdzu al-Diin
menjaga agama dengan jihad, disini Gus Dur memaknai jihad dengan
menjunjung tinggi anti kekerasan dan kebebasan beragama.
Hifdzu Al Ird wa An-nasl diartikan
Gus Dur sebagai perlindungan atas hak yang berhubungan dengan expresi seksual
dan reproduksi sedangkan Hifdzu al –Mal ditafsirkan sebagai hak atas
jaminan sosial dan upah serta tempat tinggal yang layak. Dalam relasi Gus dur
dengan bangsa papua, menurut hemat penulis membuka keran demokrasi dan menolak
pendekatan militerisme merupakan bagian dari menegakkan lima nilai prinsip di
atas.
Problem Papua
memang rawan dipahami secara parsial, oleh karenanya perlu membaca dengan utuh
realitas sejarah Papua. Satu hal yang bisa ditekankan dari ikhtiyar Gus
Dur dalam menghadapi bangsa Papua beliau sangat menolak pendekatan militerisme.
Penyelesaian dengan pendekatan kekerasan militerisme hanya akan menimbulkan
spiral kekerasan.
Disaat situasi di Nduga Papua masih mencekam tidak ada salahnya
mencoba alternatif ala Gus Dur dengan memakai pendekatan
kemanusiaan,kasih sayang dan jalan demokratis. Alih –alih mengupayakan pendekatan
militerisme yang terbukti tidak menjawab akar masalah. Problem Papua tak akan
pernah selesai selama Bangsa ini belum bisa memposisikan bangsa Papua secara
manusiawi dan bermartabat. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar