Sabtu, 06 Juli 2019

Mitos Naik Kendaraan Roda Empat


 Tulisan ini saya buat ditengah –tengah “penyakit” yang akhir –akhir ini menyerang badanku.
Penyakit itu bernama Insomia. Perlu sidang pembaca tahu biasanya saya mentok jam 12 malam melek. Kecuali ada satu dan lain hal yang harus membuatku melek sampai di atas jam 12. Aku gak tahu ini efek apa? Semoga bukan semacam peralihan kebiasaan. Sekarang pukul 03:13 Wib, daripada aku tidur lebih baik ku buat nulis. Meskipun hanya sebatas curhat receh.
Sesuai dengan judulnya, aku akan bahas tentang pengalamanku naik kendaraan roda empat utamanya bus dan mobil pribadi.
Aku tidak tahu kapan tepatnya pertama kali naik bus, cuman seingatku ketika SD. Aku diajak ibu jenguk kakakku yang belajar di salah satu pesantren di daerah Pacitan. Kalian bisa bayangkan kami naik bus legendaris (untuk tidak dikatakan bus reot) dengan medan jalan yang lumayan berkelok berbasis aspal tambal sulam. Dalam perjalanan itu aku muntah karena tidak sanggup menahan bau mesin bus sekaligus mungkin medan yang berkelok –kelok khas jalan tamiya. Tragedi muntah di bus seakan menjadi kebiasaanku setiap nge-bus ke Pacitan.
Di kesempatan lain ketika aku nge-bus ke Jogja acara liburan keluarga,  aku tidak muntah, asumsiku itu bisa terjadi karena jalan menuju Jogja dari Ponorogo tidak berkelok-kelok kayak di Pacitan  disamping tentu bau mesinnya pun tak terlu menyengat.

Tragedi Ziarah Walisongo (ZWS)

Setelah beberapa  tahun tidak merasakan rasanya neg-bus jarak jauh akhirnya kelas 12 SMA aku merasakan rasanya nge-bus antar kota antar provinsi. Waktu itu kegiatan ziarah Walisongo yang diadakan  rutin sekolahku setiap smenjelang kelulusan siswa kelas XII. Kebetulan waktu itu aku jadi panitia, tak tangung-tanggung aku mengemban amanah sebagai penanggung jawab. Jabatan satu tingkat di atas ketua panitia dan yang istimewa pengasuh pondokku setelah beliau beberapa tahun tidak ikut rombongan ziarah kelas 12, akhirnya beliau berkenan ikut rombongan angkatan kami. Lebih mengesankan lagi beliau satu bus denganku.beliau duduk d belakangku, aku duduk disamping sopir.  Kalian bisa bayangkan bagaimana bangga dan senangnya seorang santri bisa duduk se-bus dengan Kiai dalam sebuah perjalanan religius menapak tilas wali songo.
Namun sayangnya kesempatan itu tidak dapat kumanfaatkan dengan baik, apes bin sial karena aku tidak kuat menghirup bau mesin bus yang tercampur AC. Rapat panitia berkali-kali guna memastikan bus terbaik yang mengiringi perjalanan kami seakan sia-sia. Ya karena aku sang penanggung jawab kegiatan harus terpaksa dipulangkan ke rumah karena tak kuat melanjutkan perjalanan. Aku masih ingat betul bagaimana keadaanku waktu itu. jika pun waktu diputar kembali dan aku berada dalam keadaan seperti itu maka niscaya aku tetap YAKIN untuk mumutuskan PULANG.
Di Bus terasa menghirup karbon monokisda ditambah badan lemas karena setiap makanan yang masuk ke mulutku seketika langsung termuntahkan. “coba makan roti ini kang” Kiai dengan nada bersahaja membujukku makan, imajinasi serta harapanku roti itu dapat menjadi obat penawar bagiku. Tapi fakta berkata lain, satu cuil roti yang kumakan termuntahkan seketika. Selain muntah badanku semakin kesini semakin meriangg. Akhirnya aku diantar pulang oleh tim kesehatan ketika baru sampek Gresik.
Sungguh peristiwa yang sangat memalukan. Pasca kejadian itu, hampir satu  bulan lamanya diriku dibully guru-guru sekolahanku. Dasar lemah!.bahkan ketika saya sowan kerumah pengasuh pondok pada momen Syawwal beliau berkata lirih “ ini kang yang muntah pas ziarah walisongo kemarin ya? ya walaupun ziarahnya tidak full semoga pahalanya full ya kang” dawuh beliau dengan mimik wajah yang menggambarkan antara sebuah doa dan sebuah bentuk candaan untuk santrinya yg malang.
Naik mobil pun juga demikian aku tidak begitu betah dengan bau mesinnya sebagus apapun mobilnya. Pernah suatu saat naik mobil teman KKN dengan tujuan survey tempat KKN,kalau tidak salah mobil Alpart masih baru,terlihat plastik tempat duduknya sebagian masih ada. Hasilnya pun sama, aku mengeluh ingin muntah. Teman-temanku mengejekku “ naik mobil bagus dan baru kok ya masih mau muntah!”.
Selain karena bau mesin mobil, kadang rasa ingin muntah itu karena fikiran terkonstruk sejak awal. Misal sebelum  naik mobil aku selalu diwanti-wanti teman-temanku, aku yakin  niatnya baik aku diingatkan suruh bawa kresek untuk antisipasi muntah. Tapi niat baik itu seakan memaksaku untuk berfikir dan cenderung membuatku khawatir  seakan ada perasaan gimana ya jika nanti kalau muntah? Dst. Walhasil baru masuk mobil sekali hirupan nafas ..”tieng,Tieng” kepala langsung pusing perut mual seakan langsung ingin muntah.

Pilih Motor atau Kereta

Jika disuruh milih ketika perjalanan jauh aku lebih suka naik motor atau kereta. 
Menurutku  naik kereta serasa imajinasiku melayang seakan bernostalgia kembali kezaman 80-90 an. Selain tentu karena bau mesin kereta nyaris tak terendus hidungku.
Kalau alasan milih motor kalau capek bisa berhenti dan istirahat. Naik motor bisa fleksible dalam perjalanan, jika pun sampai tujuan capek, cukup tidur satu dua jam bangun badan kembali segar. Beda cerita jika naik bus atau mobil, tidur satu dua jam bangun kepala terasa masih ngilu efek bau mesin.
Yah sekilas begitulah cerita pengalamanku soal mitos kendaraan roda empat. Semoga suatu saat diriku terbiasa naik mobil. Kan tidak lucu suatu saat punya mobil keren tapi alergi naik mobil karena takut muntah hehehe.

Share:

1 komentar: