Kamis, 09 Februari 2023

Sepasang Sahabat.

Sepasang Sahabat 

Dalam momen-momen tertentu, terkadang sahabat memliki arti lebih dalam hidup kita. Beberapa cerita mungkin hanya kuasa kita ceritakan pada sahabat. Ada satu dan lain hal yang membuat kita tak kuasa bercerita tentang getirnya kehidupan kepada orang terdekat kita secara biologis. Salah satu alasannya agar orang terdekat kita tak ikut menanggung apa yang kita rasakan, karena mungkin disaat kita sudah selesai dengan kesedihan, orang terdekat kita tak kunjung usai memikirkan kepedihan kita.

Beberapa tahun kebelakang ada banyak momen bersejarah dalam hidupku yang rasa-rasanya saat itu terbesit ingin kutulis untuk sekedar dikenang dalam catatan memori dikemudian hari. Mulai dari demam berdarah yang nyaris merenggut nyawaku hingga pencapain naik ke puncak Lawu. Toh itu semua nyatanya tak berakhir dalam catatan pendek blog ini. Alasannya pun beragam, dari malas, merasa tak punya cukup waktu luang hingga aku sendiri tak menganggap momen itu menarik untuk diceritakan. Singkat kata tak ada gairah menulis.

Sampai akhirnya dimomen aku ingin kembali menulis catatan pendek di blog ini. Seperti pemantik awal paragraf ini, catatan ini bertemakan sepasang sahabat.

Beberapa hari terakhir hatiku gelisah karena asmara. Perasaan yang aku sendiri lupa kapan mengalaminya, mungkin kisaran 2017, ah tapi itu tak penting. Bukannya patah hati ada untuk dilupakan?.

Saat ini aku merasa difase siap kembali berkenalan dengan perempuan, bukan untuk sekedar pacaran, tapi menikah. Ya menikah. Perasaan alamiah seorang pemuda yang 2 tahun lagi berumur 30 (cuk gelis bianget).

Satu waktu seorang sahabat memposting status whatsapp dengan beberapa temannya. Mataku tertuju pada salah satu diantaranya, aku tertarik, kuminta informasi akun instagramnya, tak butuh waktu lama untuk kami berkenalan dan dekat satu sama lain.

Sempat difase “mungkin ini orangnya” , kalau ditanya apa alasannya? satu-satunya jawaban yang bisa kuberikan dengan pasti adalah kami sama-sama diumur yang “pantas” untuk menikah. Tapi ternyata takdir tak menghendaki ia menjadi lakon dalam kisah hidupku, melainkan sebatas figur antagonis semata.

Layaknya pria patah hati, aku sedih tapi sebatas wajar, tak ada alasan masuk akal untuk berlarut dalam kegalauan patah hati ini, mengingat diriku pernah menjalin hubungan empat tahun dan berakhir kandas.

Di tengah kegalauan itu aku mencoba berusaha sampai titik darah penghabisan agar cintaku tak begitu saja selesai, setidaknya kalaupun berakhir pahit aku telah melakukan usaha semampuku.

Hal paling ku ingat dari serangkaian usaha itu adalah saat diriku menelpon sepasang sahabat yang memperkenalkanku pada perempuan tadi, mulai curhat dari bagaiamana perasaanku hingga meminta masukan-masukan positif tentang masa depan hubunganku. 

Suatu hal yang belakangan kusadari bahwa itu hanya sebatas tindakan impulsif. Tapi aku juga punya alasan kuat mengapa melakukan tindakan tersebut. Aku ingin semuanya cepat selesai agar perasaan tak pasti saat itu tidak menganggu kegiatanku sehari-hari betapapun keputusan itu dalam konteks asmara pada akhirnya tak menguntungkan bagiku.  

Aku tak tahu apakah waktu itu sepasang sahabatku menganggap diriku impulsif? yang jelas aku sendiri membayangkan tak mudah menghadapi diriku sendiri. Mereka mendengarkan curhatanku dengan penuh antusias, memberikan masukan-masukan positif dan sesekali melempar joke agar aku tak “gila”.

Bagaimana cara mereka menghadapiku adalah alasan mengapa catatan ini kutulis. Kombinasi antara sabar – empati adalah sifat yang tepat untuk menggambarkan kedua sahabatku dalam menghadapiku.  

Perpaduan sifat yang tak kumiliki saat beberapa waktu lalu sahabatku yang lain mengungkapkan kegalauannya karena perempuan yang akan dinikahinya dijodohkan dengan lelaki lain. Diriku antusias mendengarkan tapi bukan dengan gestur empati melainkan hanya untuk menertawakan kisahnya. Karena hal tersebut beberapa hari terakhir hatiku diliputi rasa bersalah, beruntung hal itu segera terobati setelah mendengar bahwa sahabatku ini tunangan dengan wanita pujaannya.

Pada akhirnya sahabat akan terus punya tempat dalam hati kita. Dan soal jodoh, seperti halnya kematian, hanya Tuhan yang tahu. Wallahu a’lam.

 

 

Share:
Lokasi: Polorejo, Kec. Babadan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar